akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui apakah kau masih selembut dahulu memintaku minum susu dan tidur yang lelap sambil membenarkan letak leher kemejaku kabut tipis pun turun pelan2 di lembah kasih, lembah mandalawangi kau dan aku tegap berdiri melihat hutan-hutan yang menjadi suram meresapi…
Pangrango adalah suatu keindahan. Gie – sosok aktifis yang begitu digandrungi anak muda, yang juga menyukai pendakian gunung – menuangkan dalam puisinya. "Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi. Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada. Hutanmu adalah misteri segala. Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta".
Puisi Mandalawangi Pangrango Karya Soe Hok Gie, Tentang Melodi Keindahan Alam Yang Membakar Keberanian Hidup
Bahkan Soe Hok Gie ini juga sempat membuat sebuah puisi dengan judul “Mandalawangi – Pangrango”, dan sampai sekarang puisi ini sangat terkenal di kalangan para pendaki. Lembah Mandalawangi terletak sekitar 100 meter dari Puncak Pangrango yang berada di ketinggian 3.019 meter di atas permukaan laut. Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekkahada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Wirazatapi aku ingin menghabiskan waktu ku di sisi mu
Mandalawangi-Pangrango. Senja ini, ketika matahari turun. Ke dalam jurang-jurangmu. Aku datang kembali. Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu. Dan dalam dinginmu. Walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna. Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan. Dan aku terima kau dalam keberadaanmu.
Soe Hok Gie — ‘Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu.
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram meresapi belaian angin yang menjadi dingin) “Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”
Liputan6.com, Jakarta Soe Hok Gie kesal kepada temannya sesama anggota Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Universitas Indonesia (UI), Aristides Katoppo yang mengigau sepanjang malam dan membuatnya tak bisa tidur. Apalagi, udara lereng Gunung Semeru pada 14 September 1969, membuat tubuh Soe Hok Gie kedinginan. "Lu sangat gelisah. Di bawah ini ada sebuah puisi Gie yang kita tak tahu judulnya. kiranya ada yang tahu, sila lah berbagi info pada kami. (Puisi Gie) ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke mekkah ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di miraza tapi aku ingin habiskan waktuku di sisimu sayangku bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu Bahkan puisi ini pun belum sempat diberikan judulnya oleh Soe Hok Gie. Kisah Soe Hok Gie diangkat ke layar lebar berdasarkan sebuah buku harian yang diterbitkan pada tahun 1983 yang berisi catatan-catatan harian dari Soe Hok Gie. Berikut ini adalah puisi Soe Hok Gie tersebut. OZFnk3.
  • 0n79q4se6e.pages.dev/571
  • 0n79q4se6e.pages.dev/859
  • 0n79q4se6e.pages.dev/13
  • 0n79q4se6e.pages.dev/26
  • 0n79q4se6e.pages.dev/847
  • 0n79q4se6e.pages.dev/977
  • 0n79q4se6e.pages.dev/508
  • 0n79q4se6e.pages.dev/171
  • puisi soe hok gie lembah mandalawangi